Tarif Listrik Naik 15% Mulai Juli 2010

| Minggu, 14 Maret 2010

Pemerintah akan menaikkan Tarif dasar listrik (TDL) sebesar 15% pada semester kedua tahun 2010 tepatnya pada bulan Juli.

"TDL naik sebesar 15% per Juli 2010," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers tentang RAPBN-P 2010 di Gedung Kementerian Keuangan, Jalan Wahidin, Jakarta, Senin (8/3).

Menurut Sri Mulyani, pemerintah tidak menaikkan TDL pada semester pertama karena masih melihat proses pemulihan ekonomi yang masih berlangsung. Oleh karena itu, tugas pemerintah adalah untuk menjaga kemampuan daya beli masyarakat.

"Intinya adalah bagaimana kita mampu menjaga momentum pertumbuhan yang ada," ujarnya. Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Anggito Abimanyu menyatakan kenaikan TDL itu merupakan rata-rata secara keseluruhan dari semua golongan. Meski demikian bukan berarti otomatis golongan yang rendah juga akan naik. "Kita akan mencoba lindungi mereka yang tidak mampu," ujarnya.

Adapun soal pemulihan masalah listrik, lanjut Anggito, hal tersebut hingga kini terus dilakukan. Itulah alasan pemerintah menaikkan margin PLN dari 5% menjadi 8%. "Masalah listrik trafo sekarang sudah tidak ada gangguan. Margin dinaikan dari 5% ke 8% supaya bisa melakukan refinancing peminjaman," jelasnya.

Ketika ditanya apakah kemampuan penambahan Subsidi listrik sebesar Rp 16,5 triliun hanya mampu untuk enam bulan, Anggito belum mau menegaskan soal itu. "Bukan demikian, jangan seperti itu," sanggah Anggito. Selain TDL, kenaikan harga pupuk juga direncanakan akan dilakukan pada April mendatang.

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Sementara itu Persatuan Insinyur Indonesia (PII) mendorong pemanfaatan energi nuklir untuk menjamin pasokan energi jangka panjang (longterm energy security of supply) di Indonesia, termasuk sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

Menurut Ketua Umum PII Said Didu, penggunaan nuklir untuk bahan bakar pembangkit diperlukan untuk menjamin pasokan listrik secara jangka panjang. Ia memaparkan dengan kapasitas terpasang pembangkit listrik Indonesia saat ini sekitar 30.000 MW dan perkiraan kebutuhan kapasitas terpasang tahun 2014 berkisar 56.000 MW, maka proyek pembangkit listrik 10.000 MW tahap pertama dan kedua hanya efektif sebagai terapi jangka pendek dan menengah.

Pasalnya, dengan tingkat pertumbuhan 10 persen per tahun, diperkirakan kebutuhan energi listrik pada tahun 2025 nanti akan menjadi dua kali lipat dibanding saat ini "Padahal untuk mendukung investasi dan industri yang memiliki waktu jangka panjang diperlukan jaminan pasokan listrik jangka panjang," ujar Said dalam siaran persnya yang dikutip detikFinance, Senin (08/03).

Said mengakui, reaksi negatif terhadap nuklir memang masih sering mewarnai wacana publik. Sebagian publik masih belum lupa tragedi Chernobyl tahun 1986, yang dianggap sebagai contoh betapa energi nuklir menyimpan bahaya dahsyat. Para pegiat perdamaian juga menolak dengan asumsi nuklir yang semula untuk tujuan damai bisa dengan gampang diubah untuk kepentingan perang.

Menurut dia, kekhawatiran itu sejatinya tidak perlu, karena perkembangan teknologi sudah sampai pada tingkat yang bisa memberi jaminan keamanan yang maksimal. Baik yang terkait dengan kebocoran radiasi, limbah radiasi yang dihasilkan, atau ancaman bencana alam.

"Kita telah memiliki para insinyur yang bekerja di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang memiliki keterampilan tinggi terkait hal itu. Dalam skala terbatas, mereka sudah terlibat dalam pengolahan limbah radiasi, yang dihasilkan rumah sakit di seluruh Indonesia," paparnya.

Rusia yang pernah tertimpa musibah Chernobyl, lanjut Said, kini mengoperasikan 31 reaktor nuklir. Tiga besar negara yang giat mengembangkan energi saat ini adalah Amerika Serikat, 103 reaktor, Perancis 59 reaktor, dan Jepang 55 reaktor. China yang baru mengoperasikan tahun 1995 kini sudah memiliki 10 reaktor nuklir.

Swedia, negara yang menghentikan pemanfaatan nuklir tahun 1980, melalui sebuah referandum. Setelah 30 tahun, negara itu memutuskan kembali ke nuklir untuk memasok kebutuhan energi. Alasan utama Perdana Menteri Fredrik Reinfeldt, untuk kembali ke nuklir, yaitu kebijakan ini akan dapat menawarkan prespektif jangka panjang kepada para investor, karena adanya keamanan pasokan energi. Dan dengannya pula dapat berpisah dari Emisi Co2 yang merusak lingkungan.

Pemerintah Indonesia sendiri sebenarnya sudah pernah memutuskan Indonesia memiliki reaktor nuklir untuk suplai energi pada 2017, Namun kebijakan ini kemudian dicabut, sehingga Indonesia tidak memiliki strategi kebijakan energi yang menjangkau kepentingan masa depan. Padahal, selain lebih ekonomis, lebih memberi kepastian pasokan, dan aman, pemanfaatan energi nuklir juga memberi sumbangan besar bagi upaya kita mengurangi pemanasan global.

Untuk itu, PII akan terus mendorong pemanfaatan teknologi nuklir untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat untuk memperoleh aliran listrik dan untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional. "Kami juga akan membantu mengenalkan kepada masyarakat akan arti penting dan makin amannya energi nuklir ini," tandasnya. (dtc)

Sumber : Harian Analisa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contact


Your Name
Your Email Address
Subject
Message
Image Verification
captcha
Please enter the text from the image:
[ Refresh Image ] [ What's This? ]